Belajar ilmu dasar akuntansi dan akuntansi lanjutan.

CHANNEL YOUTUBE

Pengertian Persediaan dan Cara Pencatatannya

akuntansi persediaan
 A.PENGERTIAN PERSEDIAAN DAN CARA        PENCATATAN
Persediaan merupakan barang yang diperoleh untuk dijual kembali atau bahan untuk diolah menjadi barang jadi atau barang jadi yang akan dijual atau barang yang akan digunakan.
Persediaan ini dapat dicatat dengan dua sistem yaitu:
1.      Sistem Perpetual
2.      Sistem Periodik
1.      Sistem Perpetual, pada waktu membeli barang dibuat jurnal yang mendebet akun Persediaan Barang Dagangan dan mengkredit akun Hutang atau Kas. Pada waktu menjual barang dibuat jurnal yang mendebet akun Harga Pokok Penjualan dan mengkredit akun Persediaan sehingga akun Persediaan akan menunjukkan harga pokok dari persediaan yang ada di gudang.
2.      Sistem Periodik, jika ada penjualan barang tidak dibuat jurnal untuk harga pokok dari barang yang dijual di bagian akuntansi. Pada akhir tahun, persediaan yang ada di gudang penyimpanan dihitung jumlah kuantitasnya dan ditentukan nilai/harga belinya. Untuk menentukan persediaan yang dipakai/dijual, persediaan yang pernah ada (persediaan awal ditambah pembelian selama satu periode) dikurangi dengan persediaan akhir periode. Kemudian dibuat dua ayat jurnal penyesuaian. Jurnal yang pertama mendebet akun Ikhtisar Laba Rugi dan mengkredit akun Persediaan sejumlah persediaan awal. Jurnal yang kedua didasarkan atas hasil inventarisasi fisik barang pada akhir tahun. Jurnalnya mendebet akun Persediaan Barang Dagangan dan mengkredit akun Ikhtisar Laba Rugi. Ayat jurnal ini dibuat sekaligus dalam satu periode.
Berikut ini adalah ilustrasi perbedaan  jurnal untuk sistem perpetual dan sistem periodic







Transaksi
Sistem Periodek
Sistem Perpetual
1.
Membeli brg dag. kredit Rp 10.000
Pembelian
     Hutang
10.000

10.000
Persed.BrgDag
     Hutang
10.000
-
10.000
2.
Retur pemb. Rp 500
Hutang
    Retur Pbl
500

500
Hutang
 PersedBrgDag
500

500
3.
Terdapat brg yang dijual. Rp 4.000 dan hpp brg Rp 1.500
Piutang/Kas
    Penjualan
4.000

4.000
Piutang/Kas
   Penjualan
HPP Persed.BrgDag
4.000

1.500

4.000

1.500
4.
Pada akhir tahun
Mutlak harus  dilakukan inventarisasi fisik karena tanpa inventarisasi fisik barang, tidak dpt diketahui persediaan yang ada
Tanpa inventarisasi  sudah dapat diketahui persediaan, namun inventarisasi perlu dilakukan
Mis menurut perhitungan fisik pada akhir tahun saldo persed. Rp 200 dan  awal tahun Rp 150.

Ikhtisar L/R
 Persed.B.D.

Persed. B.D
 Ikhtisar L/R

150


200


150


200
Jika hasil inventarisasi fisik tidak sama dengan saldo rekening persediaan, perusahaan perlu membuat jurnal, jika sama tidak perlu membuat jurnal.


B.   MENENTUKAN NILAI DARI PERSEDIAAN AKHIR
Jika perusahaan sering membeli barang dan harga beli masing-masing pembelian berbeda, maka perusahaan akan mengalami kesulitan dalam menentukan harga pokok barang yang dipakai/dijual dan harga pokok barang yang masih ada di gudang.
Sebagai contoh data persediaan barang dagangan untuk bulan Januari 2006 sebagai berikut:
Januari 1   Persediaan              200 unit @ Rp10 = Rp 2.000
                        12  Pembelian              400 unit @ Rp12 = Rp 4.800
                        26  Pembelian              300 unit @ Rp11 = Rp 3.300
                        30  Pembelian              100 unit @ Rp13 = Rp 1.300
Setelah dilakukan inventarisasi fisik, jumlah pesediaan per 31 Januari 2006 adalah 300 unit. Tentukan:
a.       Persediaan per 31 Januari 2006.
b.      Harga pokok persediaan yang dijual dalam bulan Januari 2006.
 Barang yang tersedia untuk dijual selama bulan Januari adalah 200 + 400 + 300 + 100 = 1.000 unit, maka barang yang dijual adalah 1.000 – 300 = 700 unit. Karena harga belinya berbeda-beda, maka perlu asumsi arus barang yang akan digunakan sebagai dasar penentuan harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir.
Metode penentuan harga pokok dapat dibedakan menjadi :
a.       FIFO (First In First Out), barang yang masuk terlebih dahulu dianggap yang pertama kali dijual/keluar sehingga persediaan akhir akan berasal dari pembelian yang termuda/terakhir.
b.      LIFO (Last In First Out), barang yang terakhir masuk dianggap yang pertama kali keluar, sehingga persediaan akhir terdiri dari pembelian yang paling awal.
c.  Average, pengeluaran barang secara acak dan harga pokok barang yang sudah digunakan maupun yang masih ada ditentukan dengan cara dicari rata-ratanya.
Penerapan asumsi ini berlaku baik dalam sistem periodik maupun dalam sistem perpetual.

  1. Jika perusahaan menggunakan Sisem Periodik
1)      FIFO
Dengan metode ini jumlah barang yang digunakan sebanyak 700 unit diasumsikan berasal dari barang yang pertama kali dibeli, yaitu:
      200 unit                                               @ Rp 10 = Rp 2.000
      400 unit                                               @ Rp 12 = Rp 4.800
      100 unit                                               @ Rp 11 = Rp 1.100
      Harga pokok penjualan                                       Rp 7.900
Selanjutnya persediaan yang 300 unit dianggap dari pembelian tanggal 26 dan 30 Januari 2006 dengan rincian sebagai berikut:
      200 unit                                               @ Rp 11 = Rp 2.200
      100 unit                                               @ Rp 13 = Rp 1.300
      Persediaan akhir                                       Rp 3.500

2)      LIFO
Dengan metode ini jumlah barang yang dijual sebanyak 700 unit diasumsikan berasal dari barang yang terakhir dibeli, yaitu:
100 unit                                         @ Rp 13 = Rp 1.300
300 unit                                         @ Rp 11 = Rp 3.300
300 unit                                         @ Rp12 =  Rp 3.600
Harga pokok penjualan                                    Rp 8.200

Selanjut persediaan akhir 300 unit dianggap berasal dari pembelian tanggal 1 dan 12 Januari 2006, yaitu:
200 unit                                               @ Rp 10          =  Rp 2.000
100 unit                                               @ Rp 12          =   Rp 1.200
Persediaan akhir                                                               Rp 3.200

            3). Metode Rata-rata
Untuk menghitung persediaan akhir dan harga pokok penjualan perlu dibuat perhitungan sebagai berikut:






Tanggal
Keterangan
Unit
Harga per Unit
Jumlah
Jan   1
Persediaan
200
Rp 10
Rp 2.000
12
Pembelian
400
Rp 12
Rp 4.800
26
Pembelian
300
Rp 11
Rp 3.300
30
Pembelian
100
Rp 13
Rp 1.300
Jumlah
1,000

Rp 11.400
Rata-rata = Rp11.400 : 1.000
Rp 11,4

Harga pokok penjualan           = 700  x  Rp 11,4  = Rp 7.980
Persediaan akhir                      = 300  x  Rp11,4  =  Rp 3.240

b.    Jika perusahaan menggunakan Sistem Perpetual
Jika perusahaan menggunakan sistem perpetual, penentuan harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir dilakukan setiap perusahaan menjual barang. Untuk mempermudah pekerjaan menentukan harga pokok ini digunakan suatu kartu yang lazim disebut Kartu Persediaan. Satu jenis barang disediakan satu Kartu. Dengan demikian sistem ini baru cocok untuk persediaan yang nilainya tinggi
Misalkan atas satu jenis barang diperoleh informasi sebagai berikut:

            Tanggal
Keterangan
Unit
Harga  Beli per Unit
Jan.     1
Persediaan
200
Rp 10
12
Pembelian
400
Rp 12
17
Dijual
300

26
Pembelian
300
Rp 11
27
Dijual
200

28
Dijual
300

30
Pembelian
100
Rp 13

Berikut ini hanya diberikan contoh metode FIFO:

Tgl

Ket
Dibeli
Dipakai
Persediaan
Unit
Cost
Jumlah
Unit
Cost
Jumlah
Unit
Cost
Jumlah
1/1
Persediaan






200
10
2.000
12
Pembelian
400
12
4.800



200
400
10
12
2.000
4.800
17
Dijual



200
100
10
12
2.000
1.200
300
12
3.600
26
Pembelian
300
11
3.300



300
300
12
11
3.600
3.300
27
Dijual



200
12
2.400
100
300
12
11
1.200
3.300
28
Dijual



100
200
12
11
1.200
2.200
100
11
1.100
30
Pembelian
100
13
1.300



100
100
11
13
1.100
1.300

C.   MENAKSIR NILAI PERSEDIAAN
Kadangkala situasi tidak memungkinkan dilakukan penghitungan fisik atau sistem perpetual sangat mahal untuk diterapkan. Suatu supermarket dengan beribu macam jenis persediaan mungkin akan terganggu operasionalnya jika setiap bulan harus melakukan penghitungan fisik persediaan dalam rangka menyusun laporan keuangan bulanan. Perusahaan asuransi dalam menentukan besarnya kerugian atas persediaan yang terbakar tidak mungkin menghitung secara fisik barang yang terbakar karena barangnya sudah rusak bahkan habis.
Keadaan di atas mendorong dilakukan penaksiran cost dari persediaan.
Terdapat dua metode yang sering digunakan untuk menaksir hnilai persediaan yaitu metode harga eceran dan metode laba kotor.

  1. Metode Harga Eceran
Cost persediaan ditentukan dengan mengkonversi persediaan menurut harga eceran menjadi cost dengan mengggunakan prosentase cost terhadap harga eceran. Contoh:
                                               
                                                                        Harga Pokok (Cost)    Harga Eceran
Persediaan 1 Januari 2005                               Rp   60.000                 Rp   100.000
Pembelian Januari 2005                                  Rp 540.000                 Rp    900.000
Barang tersedia untuk dijual                           Rp 600.000                 Rp 1.000.000
% Cost thd Harga Eceran=
            (600.000 : 1.000.000) x 100% = 60%
Penjualan                                                                                             Rp    700.000
Persediaan akhir                                                                                  Rp    300.000
Nilai cost persediaan akhir = 60% x Rp 300.000 = Rp 180.000

  1. Metode Laba Kotor
Persediaan akhir ditentukan dengan cara persediaan awal ditambah dengan pembelian selama satu periode kemudian dikurangi dengan harga pokok barang yang dijual pada periode yang bersangkutan. Untuk menentukan harga pokok penjualan, penjualan yang telah dicatat dalam rekening penjualan dikurangi dengan laba kotornya. Umumnya laba kotor ini sudah diketahui %-nya. Jika belum diketahui, % laba kotornya digunakan % laba kotor tahun-tahun sebelumnya. Misalkan persediaan awal tahun 2005 Rp 100.000 pembelian selama bulan Januari Rp 1.200.000 dan penjualan selam bulan Januari menurut rekening buku besar Rp 90.000 dan laba kotor 20% dari harga jual, maka persediaan akhir dapat dihitung sebagai berikut:
                        Persediaan 1 Januari 2005                   Rp 100.000
                        Pembelian Januari 2005                                                          Rp 1.200.000
                        Barang tersedia untuk dijual                                                   Rp 1.300.000
                        Penjualan                                             Rp 900.000
                        Laba Kotor (20% x Rp 900.000)        Rp 180.000
                        Harga pokok barang yang dijual                                             Rp    720.000
                        Persediaan akhir                                                                      Rp    580.000

D.   MENYAJIKAN NILAI PERSEDIAAN DI NERACA

Nilai yang disajikan di neraca dapat saja nilai costnya seperti yang telah ditentukan dengan berbagai asumsi arus barang. Nilai yang disajikan di neraca dapat juga nilai pasarnya. Atau dapat juga dipilih yang terendah antara cost dengan harga pasarnya.

Biasanya nilai yang disajikan di neraca adalah nilai yang terendah antara cost dengan harga pasarnya. Misalnya dalam perusahaan mempunyai persediaan dengan cost Rp 1.000. Pada akhir tahun harga pasar dari persediaan tersebut adalah Rp 900, maka yang disajikan di neraca adalah Rp 900. Jika harga pasar barang tersebut adalah Rp 1.100, maka yang disajikan di neraca adalah costnya yaitu Rp 1.000.
0 Komentar untuk "Pengertian Persediaan dan Cara Pencatatannya"

Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya, silahkan tinggalkan komentar !!!

Powered by Blogger.
Back To Top